Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh..
Rasulullah SAW melalui beberapa hadistnya mengingatkan kepada kaum Muslimin bahwa takabur atau sombong dapat menghalangi seseorang masuk surga, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud R.A. sebagai berikut:
لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
Artinya: “Tidak akan masuk surga orang-orang yang dalam hatinya terdapat rasa takabur atau sombong meskipun hanya sekecil biji sawi.”
Hadits tersebut menegaskan bahwa kesombongan akan menjadi penghalang bagi kita untuk masuk surga betapapun halusnya kesombongan itu sehingga hanya diri sendiri yang mengetahui. Kesombongan itu ada 2 (dua) macam, yakni kesombongan yang tampak secara lahiriah dan kesombongan tersembunyi di dalam hati. Kesombongan yang tampak secara lahiriah akan mudah dilihat atau dirasakan orang lain. Kesombongan yang tersembunyi dalam hati sering kali hanya diketahui diri sendiri. Bahkan bisa jadi diri sendiri pun tidak menyadarinya.
Pepatah mengatakan, “Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa tahu.” Pepatah ini mengungkapkan betapapun dalamnya laut, kita dapat mengukurnya. Terlebih sekarang dimana teknologi sudah sedemikian maju, seperti tersedianya alat yang disebut Echosounder, dalamnya laut dapat diketahui dengan mudah dan cepat. Tetapi pertanyaannya, siapa yang dapat mengetahui isi hati seseorang?
Memang tidak mudah mengetahui isi hati seseorang, misalnya apakah seseorang bermaksud sombong atau tidak. Tetapi sebenarnya, hati itu bisa diibaratkan sebuah kendi. Kita tentu sulit mengetaui apa isi sebuah kendi karena di dalamnya gelap. Namun dari mengamati apa yang keluar dari mulut kendi, kita akan tahu apa isi kendi itu, apakah air, minyak ataukah sirup.
Demikian pula kitapun sesungguhnya dapat mengetahui sebagian isi hati seseorang dengan melihat gejala-gejala yang tampak dari luar. Dari kata-kata yang keluar dari mulut seseorang, mungkin dapat dinilai apakah seseorang dalam hatinya terdapat kesombongan ataukah tidak. Dari sikap dan perilaku seseorang, mungkin dapat pula dirasakan apakah di dalam hatinya terdapat kesombongan ataukah tidak.
Di dalam Islam, baik kesombongan yang tampak secara lahiriah maupun kesombongan tersembunyi di dalam hati, dipandang sebagai perilaku yang tidak terpuji. Mengapa demikian? Pertanyaan itu dapat ditemukan jawabannya dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Ali bin Abi Thalib R.A. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: إِنَّ الْعِزَّ إِزَارِيْ وَالْكِبْرِيَاءَ رِدَائِيْ ، فَمَنْ نَازَعَنِي فِيْهِمَا عَذَّبْتُهُ
Artinya: “Sesunguhnya Allah Ta’ala berfirman: “Kemuliaan adalah pakaian-Ku dan sombong adalah selendang-Ku. Barangsiapa yang mengambilnya dariku, Aku Azab dia.”
Hadits di atas menegaskan barang siapa ber-takabur, sesungguhnya ia telah mengambil atau bahkan merampas pakaian Allah SWT. Ia dinilai telah mengambil posisi menantang Allah SWT sebagai Dzat satu-satunya yang berhak atas predikat al-mutakabbir. Al-mutakabbir artinya adalah yang pantas menyombongkan diri karena Allah memang Maha Segalanya, yang tak satu pun dapat menyamai-Nya.
Al-mutakabbir juga bisa berarti Maha Pemilik Kebesaran. Itulah sebabnya dalam beberapa ibadah kita dianjurkan untuk mengucapkan takbir sebagai ungkapan jujur untuk menyatakan kebesaran Allah SWT. Maka barang siapa hendak menyaingi Allah dengan ber-takabur atau menyombongkan diri, Allah akan memberinya azab. Orang itu akan dibinasakan sebagaimana Raja Fir’aun yang dikenal sangat sombong karena mengaku sebagai Tuhan. Fir’aun hidup pada jaman Nabi Musa alaihis salam. Allah SWT menenggelamkan Fir’aun ke dalam Luat Merah yang memisahkan antara Benua Asia dan Afrika di Timur Tengah. Fir’aun akhirnya tewas mengenaskan di tengah-tengah laut tersebut.
Sebagaimana kita ketahui dan laksanakan bersama, bacaan pertama yang harus kita ucapkan untuk memulai shalat adalah takibiratul ihram, yakni mengucapkan الله اكبر, yang artinya Allah Maha Besar. Bacaan ini dimaksudkan untuk memberikan kesadaran kepada kita bahwa hanya Allah Yang Maha Besar. Tak satu pun dari makhluk-Nya pantas menyombongkan diri karena memang hanya Allah Yang Maha Besar. Orang-orang yang benar-benar dapat menjalankan ibadah shalat dengan baik, pastilah akan dapat menjauhkan diri dari sikap takabur. Tetapi faktanya, banyak orang bersikap takabur meski mereka menjalankan shalat lima waktu setiap harinya. Ini bisa terjadi ketika seseorang menjalankan ibadah shalat tanpa pengahayatan sama sekali terhadap bacaan-bacaan yang mereka ucapkan.
Untuk itulah, maka ketika kita melakukan takbiratul ihram untuk memulai shalat dan takbir-takbir lainnya untuk menandai perpindahan dari rukun shalat ke rukun lainnya, kesemua takbir itu harus dapat kita laksanakan dengan sebaik mungkin. Yakni, kita harus dapat mengucapkannya dengan penuh penghayatan akan makna yang sebenarnya. الله اكبر tidak saja berarti Allah Maha Besar, tetapi sekaligus hendaknya menjadi kesadaran kita bersama betapa kecilnya kita sesungguhnya di hadapan Allah SWT yang Maha Agung dengan segala puji bagi-Nya.
Selain takbiratul ihram, kita juga mengucapkan bacaan-bacaan lain untuk mengagungkan Allah SWT. Misalnya, ketika kita melakukan ruku’, kita dianjurkan mengucapkan:
سبحان ربي العظيم وبحمده
Artinya: “Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung dan dengan segala puji bagi-Nya.”
Sambil membungkukkan tubuh kita dengan posisi punggung tetap lurus, kita mengucapkan bacaan ruku’ tersebut. Diharapkan dari ruku’ ini, kita memiliki kesadaran bahwa hanya Allah yang Maha Agung dengan Segala Puji bagi-Nya. Kesadaran ini akan menghindarkan kita dari bersikap takabur karena menyadari hanya Allah yang Agung. Maka orang-orang yang betul-betul dapat menjalankan ruku’ dengan baik dan dapat menghayati maknanya, pasti tidak akan menyombongkan diri karena menyadari manusia sesungguhnya sangat kecil dan tak berarti apa-apa di depan Allah SWT.
Setelah ruku’, rukun shalat lainnya yang juga dimaksudkan untuk mengungkapkan pengakuan kita akan kebesaran dan kemuliaan Allah adalah sujud. Dalam sujud ini, kita dianjurkan mengucapkan:
سبحان ربي الأعلى وبحمده
Artinya: “Maha suci Tuhanku yang Maha Tinggi dan dengan segala puji bagi-Nya.”
Sambil meletakkan dahi di atas lantai, dimana posisi kepala kita sejajar dengan semua kaki, baik kaki sendiri maupun kaki orang lain, kita mengucapkan bacaan sujud tersebut. Diharapkan dari sujud ini, kita memiliki kesadaran bahwa hanya Allah yang Maha Tinggi dengan Segala Puji bagi-Nya. Dengan sujud, kita hendaknya menyadari bahwa semua manusia, adalah sama rendahnya di hadapan Allah SWT. Kesadaran ini akan menghindarkan kita dari bersikap takabur karena menyadari hanya Allah yang Tinggi. Artinya, secara jujur kita mengakui dan meyakini bahwa manusia sesungguhnya sangat rendah di depan Allah SWT. Hanya dengan kemuliaan Allah, manusia menjadi makhluk terbaik diantara semua makhluk yang diciptakan-Nya.
Namun, semua kemuliaan itu hanya dapat dijangkau oleh manusia ketika mereka beriman dan bertakwa kepada-Nya. Salah satu tanda ketakwaan adalah tidak bersikap takabur, baik melalui kata-kata atau lisan maupun sikap atau perbuatan. Tanpa iman dan takwa manusia justru menjadi makhluk paling rendah diantara yang rendah-rendah sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Surah “At-Tin” ayat 4- 6 sebagai berikut:
لَقَدْ خلقنا الإنسان فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ(4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلاَّ الَّذِينَ (6) آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Semoga apa yang telah saya uraikan di atas dapat mendorong kita untuk berintrospeksi barangkali selama ini dan di masa-masa lalu kita ternyata sering melakukan kesombongan-kesombongan, baik yang terus terang maupun yang tersembunyi di dalam hati.
semoga bermanfaat...
No comments:
Post a Comment
berkomentarlah dengan bijak dan sesuai dengan pembahasan