Tinggal beberapa hari lagi kita akan merayakan 'Idul Fitri, dan sebelum hari raya kita diwajibkan untuk berzakat fitrah.
Dasar pijakan kewajiban zakat fitrah sebelum terjadinya ijma’ adalah hadis shohih dari ibnu umar yang meriwayatkan bahwa rasul mewajibkan zakat fitrah setiap orang islam merdeka ataupun hamba sahaya, laki-laki atau perempuan dengan kadar 1 sho’ tamar atau 1 sho’ gandum.
Menurut sejarahnya, zakat fitrah diwajibkan pada bulan ramadlan, dua hari menjelang hari raya pada tahun dua hijriyah, sesuai dengan namanya, zakat fitrah diwajibkan dalam rangka pembersihan dan pensucian diri orang islam sekaligus meningkatkan amal ( pahalanya ). Zakat fitrah disebut juga zakat badan, karena memang kewajiban zakat fitrah tidak didasarkan atas kepemilikan seseorang terhadap satu nishob harta, sebagaimana zakat mal.
Sebagai mana dalam hadis, zakat fitrah yang dikeluarkan adalah kurma kering atau gandum. Namun penyebutan kurma atau gandum tidak bisa dipahami sebagai pembatasan terhadap jenis zakat yang dikeluarkan. Begitu pula penyebutan bbeberapa jenis makanan dalam riwayat hadis zakat fitrah yang lain, tidak berarti dalam rangka penentuan zakat fitrah harus menggunakan makanan yang disebut dalam teks, yang jelas dapat disimpulkan adalah berupa jenis makanan. oleh karenanya setiap jenis makanan yang memiliki kesamaan fungsi dengan jenis makanan yang termaktup dalam hadis dapat dijadikan zakat fitrah seperti yantg dirumuskan fuqoha, yaitu setiap jenis makanan pokok قوت.
Adapun kadar jenis makanan yang dikeluarkan adalah satu sho’ . Sho’ adalah istilah alat takar yang cukup populer di wilayah arab, lebih-lebih di Madinah yang mayoritas penduduknya petani. Berbeda dengan penduduk Makkah yang mayoritas penduduknya pedagang. mereka lebih dekat dengan timbangan, meski tidak berati mereka buta soal takar menakar. Pada masa Rasulullah praktek mengeluarkan zakat, adalah menggunakan alat takar sho’ ini. Praktis dapat dipastikan,kala itu tidak ada peluang perdebatan tentang kadar zakat yang dikeluarkan meskipun dari jenis makanan pokok yang berbeda. dikemudian hari sho’ tersebut lebih dikenal dengan sebutan sho’ nabi atau sho’ madinah
Seiring dengan perjalanan waktu, perkembangan agama islam meluas pada wilayah yang budaya mengukur satuan benda, tidak menggunakan takaran. Melainkan menggunakan timbangan. Disisi lain makanan pokok sebagian wilayah tersebut berbeda dengan makanan pokok mayoritas muslimin mekkah madinah. katakanlah beras sebagai contohnya, kondisi yang demikian ini menuntut adanya ukuran yang menjadi padanan sho’ zakat dalam budaya masyarakat yang tidak mengenal alat takar sho’, untuk selanjutnya padanan sho’ tersebut dijadikan rujukan standarisasi dalam praktek zakat mereka
Dari sini muncul perbedaan pendapat para ulama’ sesuai dengan pengalaman mereka dalam mengukur sho’ kedalam ukuran timbangan ( bobot barang ) dalam istilah ukuran wilayah masing-masing . Dalam al-majmu’’, satu sho’ adalah lima kati lebih 1/3, dengan menggunakan kati bagdad, istilah ukuran bobot barang diwilayah Irak. Pendapat ini sama dengan pendapat Al-Imam Malik, abu yusuf dari madzhab hanafi, imam ahmad, fuqoha’ haromain dan mayoiritas fuqoha’ Irak. Berbeda dengan abu hanifah, dan Muhammad, beliau megukur satu sho’ dengan 8 kati. Perbedaan inipun ,menjadi semakin berfariasi ketika ditawarkan dalam istilah ukuran modern yaitu kilogram.
Dalam mensikapi persilisian tersebut, sebagian ulama’ memberi komentar dengan pernyataan bahwa standar rujukan asal dalam kadar zakat ftrah adalah takaran. Adapun mengukurnya dalam timbangan adalah didasarkan langkah memperjelas (Istidzharon) dan tentunya lebih mempermudah, khususnya didaerah yang tidak dikenal istilah sho’
Begitu pula halnya, keputusan yang diambil musyawirin dengan merumuskan 1 sho’ adalah 2,5 kg, merupakan langkah istidzhar, dalam mengambil jalan tengah diantara perselisihan pendapat 1 sho’ beras dalam konteks keIndonesiaan. Bukan kepastian yang paten. Hal ini didasarkan pada pembuktian yang dilakukan sebagian musyawirin didaerahnya masing-masing dengan mengukur 1 sho’ beras putih yang meng hasilkan ukuran berbeda beda. Ada yang mengukurnya menjadi 2,4 kg, ada yang 2,7 bahkan 2,9 kg.
Hal ini dapat dimaklumi, karena macam beras yang ditimbang tidaklah sama. Bukan lantaran sho’nya yang berbeda. Perbedaan bobot beras satu sho’ bisa terjadi lantaran beras yang dihasilkan dari lahan tanam tertentu tidak sama dengan lahan yang lain. Tingkat kesuburan tanah cukup berperan dalam menentukan bobot gabah yang dihasilkanya. Belum lagi masalah pemupukan dan cara tanam yang beragam, bisa mempengaruhi hasil, tidak hanya dari sisi banyak sedikitnya barang tapi juga berat ringannya.
Menurut imam Nawawi mengukur sho’ dengan kati masih menyisakan isykal. Masalahnya sho’ yang dijadikan alat takar zakat pada masa Rasullah sudah cukup dikenal. Dan tentunya kadar bobot barang yang ditakar dengan sho’ tersebut akan berbeda menurut macam-macam barang yang ditakar itu sendiri
1 sho’ jagung berbeda bobotnya dengan satu sho’ gandum, begitu pula yang lainnya
Selanjutnya untuk mendukung logikanya,Al-Imam Nawawi menukil pernyataan Al-Imam Abul faroj Addarimy yang mencermati masalah ini. kesimpulan pendapatnya adalah bahwa yang benar dalam menentukan kadar zakat haruslah berpegang pada patokan takaran bukan timbangan. Yang menjadi kewajiban zakat adalah mengeluarkan satu sho’ yang diukur memiliki kesamaan volume dengan sho’ yang dipakai menakar zakat masa nabi. Dan sho’ yang demikian itu ,ada. Bagi yang tidak mampu mendapatkan sho’ wajib mencari kejelasan dengan mengeluarkan zakat dalam kadar yang diyakini tidak kurang dari satu sho’ nabi. Dengan demikian mengukur 1 sho’ dengan 5 kati lebih 1/3 adalah langkah pendekatan( bukan kepastian).
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan, langkah paling aman dalam mengeluarkan zakat fitrah adalah dengan menggunakan sho’ nabi tidak didasarkan pada ukuran timbangan. Pada zaman yang serba canggih ini, untuk mendapatkan atau mengusahakan sho’ yang sesuai ukuran, volume dengan sho’ nabi mestinya tidak terlalu sulit, dengan melihat mudahnya masyarakat pulang pergi ketanah suci ,apalagi jika pemerintah ikut terlibat dalam mengupayakanya.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment
berkomentarlah dengan bijak dan sesuai dengan pembahasan