Assalamu’alaikum sobat...
Alhamdulillah kita bisa bertemu dengan bulan Ramadlan lagi, postingan sebelumnya saya telah membahas tentang keutamaan bulan Ramadhan nah kali ini saya akan membahas tentang keutamaan puasa, baik puasa sunnah maupun puasa wajib. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah:183
يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya: “hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS.Al-Baqarah:183)
Dalam hadist Qudsi Nabi SAW bersabda: Allah SWT berfirman:
كُلُّ عَمَلِ ابْنُ آدَمَ لَهُ اِلاَّ الصَّوْمَ فَاِنَّهُ لِى وَاَنَا اَجْزِى بِهِ
Artinya: “segala amal anak adam adalah hak miliknya kecuali puasa, sebab puasa bagiKu dan akulah yang membalasnya”
Puasa adalah amal ibadah yang bersifat rahasia, didalamnya tidak ada unsur popularitas (pamrih) dan yang tahu pasti hanyalah Allah semata. Jauh berbeda dengan amal ibadah yang lainnya dengan demikian maka puasa diprioritaskan pahalanya langsung oleh Allah swt yang berhak mengaturnya.
Dalam menanggapi pernyataan Allah tersebut, para Ulama berbeda pendapat, dengan alasan segala amal itu bagiNya dan Akulah yang berhak membalasnya.
Diantara buah pemikiran mereka ialah sebagai berikut:
Bahwasanya puasa tiada tersimpan unsur riya, seperti juga amal-amal ibadah lainnya, karena riya itu diantara sifat-sifat manusia, padahal puasa suatu ibadah di dalam hati, sedangkan amal-amal lain memerlukan gerakan anggota badan. Jadi puasa adalah suatu bentuk ibadah rahasian dari manusia.
Yang mengetahui secara pasti tentang besarnya pahala dan melipat gandakannya hanyalah Allah sendiri. Berbeda dengan amal ibadah yang lainnya, yang terkadang dapat diperkirakan oleh sementara orang yang ahli.
Diartikan bahwa puasa adalah ibadah yang paling dicintai oleh Allah swt.
Puasa disandarkan padaNya, yaitu menempatkan ibadah tersebut pada tingkatan mulia dan dilipat gandakan pahalanya.
baca juga : Tingkatan PuasaBahwasanya tiada hajat makanan dan pemenuhan syahwat lainnya, adalah setengah dari dari sifat-sifat Tuhan, maka ketika pelaku puasa mendekatkan diri dengan sesuatu yang cocok dengan sifat-sifat Allah, lalu disandarkan padanya.
Maknanya seperti yang ke-5 hanya saja dinisbatkan pada malaikat yang bersifat demikian.
Bahwasanya segala amal ibadah dipenuhi darinya, tuntutan-tuntutan manusia lain kecuali puasa.
Namun demikian para Ulama sepakat, bahwa pernyataan Allah tersebut ialah puasanya orang-orang yang sanggup memelihara dirinya dari perbuatan dan ucapan maksiat.
#Hakikat puasa
Perlu diketahui bahwasanya puasa adalah ibadah yang tidak dapat diamati oleh indra manusia, dan yang tahu pasti hanyalah Allah dan orang yang bersangkutan. Dengan demikain puasa adalah suatu ibadah yang berhubungan langung dengan Allah, oleh sebab itu ibadah dan ini tiada yang mengetahui secara pasti kecuali Allah swt.
Puasa disandarkan pada DzatNya, karena puasa suatu bentuk ibadah dimana pelakunya tidak mungkin menyekutukan Allah, jauh berbeda dengan perbuatan orang-orang kafir dan musrik menyembah patung, matahari dan bulan atau saji-sajian(sedekah) untuk patung dan lain-lain. Tiada seorangpun diantara mereka yang berpuasa ditunjukan untuk patung atau sesembahan lainnya tapi ia berpuasa ditunjukan hanya kepada Allah semata. Oleh sebab itu puasa disandarkan oleh Allah pada DzatNya sendiri seperti firmanNya dalam hadist Qudsi yang telah disebutkan diatas.
Sementara Abul Hasan menjelaskan tetang hal tersebut yakni setiap amal taat pahalanya surga, sedangkan puasa bertemu denganKu, aku memandangnya dan iapun memandangKu. Ia secara langsung berbicara kepadaKu tanpa adanya perantara. Demikianlah penjelasan Abul Hasan dalam kitab Mukhtashar Raudlah.
Menurut pendapat sementara Ulama yang dimaksud dengan puasa ialah berperang menundukan musuh Allah, sebab penghubung syetan ialah syahwat dan syahwat menjadi tegar akibat makan dan minum. Maka dengan cara inilah musuh dapat ditundukan, tekanan syahwat dan makan minum dikurangi.
semoga bermanfaat...
sumber: Durrotun Nasihin
No comments:
Post a Comment
berkomentarlah dengan bijak dan sesuai dengan pembahasan